Rabu, 30 Maret 2016

SINOPSIS NOVEL TADARUS CINTA BUYA PUJANGGA

Sinopsis Novel klik di sini atau ini blog saya yang lain.



Tadarus Cinta Buya Pujangga
Tadarus Cinta Buya Pujangga (TCBP) adalah Novel tentang kisah hidup sosok karismatis Prof. Dr. Haji Abdul Malik Karim Amrullah (1908 – 1981) yang populer dengan sebutan Buya Hamka. Ayahnya pendiri Madrasah Thawalib di Padangpanjang bernama Haji Abdul Karim bin Amrullah yang dikenal dengan sebutan Haji Rasul. Ibunya bernama Siti Shaffiah tinggal di Deli. Hamka adalah anak pertama dari empat bersaudara adiknya bernama Abdul Kudus Karim posisinya persis di bawah Malik, di bawahnya lagi ada Abdul Mukti Karim dan si bungsu bernama Asma Karim. Dalam novel ini di ceritakan Hamka dikenal sebagai seorang ulama besar,  pujangga, pejuang kemerdekaan dan banyak predikat lain semasa hidupnya.
Novel TCBP ini dibuka dengan cerita tentang meninggalnya Proklamator flamboyan Ir.Soekarno tahun 1970 dalam usia 69 tahun. Presiden Soeharto menugasi asisten pribadinya yaitu Suryo, untuk menjemput Buya Hamka agar menjadi Imam sholat jenazah Bung Karno, begitu juga Kafrawi yang ditugasi oleh Pak Dachlan, Buya berpikir sebentar, Mengapa harus dia?, sementara banyak ulama lain yang bisa menjadi Imam. Buya pun berangkat bersama Zaky anaknya sebelum berangkat Siti Raham istrinya Buya menyodorkan segelas air minum pada Buya , Buya pun berangkat dan Zaky mencium tangan ibunya lalu  bergegas mengikuti langkah ayahnya yang akan pergi ke Wisma Yaso ( Rumah duka, sekarang menjadi Museum Satria Mandala).
Sesampainya disana , orang – orang menatap Buya dengan berbagai macam pikiran . Buya Hamka yang pernah dipenjarakan oleh Bung Karno sendiri selama 30 purnama, karena  komentar – komentar tajam yang dilontarkan terhadap PKI , Partai yang saat itu berbulan madu dengan sang proklamator yang tengah gandrung dengan ide muluk mengawinkan NASAKOM ( Nasionalisme , Agama, dan Komunisme ). Kini melihat Bung Karno tidak berdaya lagi namun Hamka malah mendoakan sambil mengangkat tangannya , warga terkesima melihat apa yang di lakukan Hamka , dari kejadian tersebut mereka yang menyaksikan dapat mengambil pelajaran “Dendam tak boleh dilestarikan seberat Zahrah pun, Betapa pun beratnya, Beta pun sulitnya”.
Tahun 1921 Malik yang hendak menjadi Joki ( pemacu kuda ) tapi tak jadi.  Di usia 13 tahun Malik mengikuti pertandingan pacuan kuda yang diadakan di Payakumbuh tapi tanpa diketahui penonton salah satu penunggang kuda melemparkan semacam sebuk kedepan Cigin kudanya , sehingga Cigin pun melambat dan akhirnya mereka kalah . Malik pun diomeli oleh tuan pemilik kuda. Malik pun memutuskan bahwa menjadi Joki bukanlah pekerjaan yang cocok untuknya. Dia harus pulang kekampung , entah ke Padangpanjang tempat ayahnya atau tempat neneknya di pinggiran Danau Maninjau. Namun didalam hatinya Ia ingin berjumpa ibu kandungnya yang ada di Tanah Deli yang mengikuti suami barunya. Hati Malik resah ternyata sulit menjadi anak dari orang tua yang berpisah.
Dua hari kemudian Malik sudah menginjakkan kaki di pinggiran Danau Maninjau. Kedatangan Malik disambut gembira oleh teman – temannya dua orang anak yang bernama Mahmud dan Hasan dengan menyoraki nama Malik , rupanya angin Danau Maninjau sudah membawa kabar bahwa Malik menjadi Joki kuda di perantauannya, merekapun akhirnya berbincang – bincang tentang pacu kuda yang di alami Malik. Setelah itu Malik pun pergi kerumah Andungnya ( Nenek ) yang ada di Tanah Sirah. Saat Ia ingin melangkah kedalam rumahnya , Adjah (adik ibunya) menegur Malik , Adjahnya baru pulang dari Pakan Araba’a ( Pekan Hari Rabu / Pasar Rabu). Sambil menunggu Andungnya dan Asma yang berada di Pasar  Adjahpun menawarkan makanan Lemang dan Panyaram (Kue dari beras ketan dicampur gula anau) yang di bawanya dari Pasar. Tak lama kemudian Malik tertidur di kursi , Adjah menyuruhnya  pindah tapi Malik malah tidur kelantai. Saat Ia tertidur pulas Andung dan Asma datang dari Pasar memebawa belanjaan, seketika Malik spontan terbangun sambil memperaktekkan kuda – kuda karena terkejut akibat belanjaan yang di bawa Asma terjatuh ke lantai. Malik melihat Andung langsung Ia hampiri dan mencium tangannya dengan sepenuh hati.
Malik teringat Angkunya (Kakek) , ternyata Angkunya berada di Muara sedang memancing ikan, itulah kebiasaan Kakeknya. Awalnya Malik hanya ingin tahu bagaimana caranya memancing ikan sehebat Kakeknya, namun terik panas membuat rasanya ingin cepat pulang. Angkunya pun menawarkan cerita rakyat pada cucunya , enggan rasanya menolak tapi, setelah mendengarkan cerita rakyat itu . Malik pun ketagihan, beberapa kisah yang diceritakan kakeknya seperti Malin Deman, Tupai Jenjang dan Murai Randin.
Berbeda dengan Ayahnya saat belum berpisah dengan Ibu Malik , yang setiap kali berada di Surau Muara Pauh milik Ayahnya untuk mengajar. Konon kata Ayahnya ketika Ayahnya di lahirkan pada 17 Safar 1296 (17 Februari 1879) orang yang paling gembira ialah Haji Abdussamad, Bapak dari nenek Malik yang akrab di panggil dengan Haji Jala karena sering menjala di perairan Danau Maninjau. Haji Jala pun mendirikan Surau Muara Pauh sebagai tempat belajar dimana Haji Rasul sendiri yang mengajarkan kelak sudah besar. Dengan perbedaan Ayah dan Angkunya itu ketika Malik pulang memancing dan Ayahnya sudah di rumah, Ibunya tidak segan mencubit dan memukulnya bukan karena Ibunya kejam tapi supaya tidak Ayahnya yang menghukumnya, Ayahnya yang berharap Malik yang akan menggantikan tugas Ayahnya nanti tidak mengecewakan Ayahnya.
Malik pun tumbuh menjadi seorang remaja yang tampan. Sudah mulai menulis surat cinta kepada gadis – gadis diantaranya Zuraida, Halimah dan Ros. Semua surat Malik mendapat jawaban dari ketiga gadis itu yang hatinya telah meleleh dengan kata – kata dalam surat yang dibuat Malik. Tujuan utama Malik sebenarnya hanya ingin melatih kemampuannya dalam merangkai kata – kata yang indah. Kadang membuat Ia tersenyum sendiri, dan di pergoki oleh Ayahnya yang melihat Malik sedang senyum – senyum sendiri, Ayahnya pun menarik kertas yang Malik tulis itu perlahan dibaca sampai selesai dan langsung di robek Ayahnya. Ayahnya tak banyak berkata, “ Mungkin adikmu kelaklah yang menggantikan pekerjaan Angku dan Ayahmu sebagai ulama pewaris Nabi” begitulah yang di katakan Ayahnya dengan suara pasrah. Malik merasa terpukul bukan main dengan kata yang di lontarkan Ayahnya, sambil mengumpulkan sobekan kertas tak sadar air matanya menetes perasaannya jadi serba tak menentu.
Malik suka membaca koleksi Bibliotek Zainaro, tak hanya Buku-buku dan Roman tetapi juga koran seperti Tjahaya Soematra, Sinar Soematra dan Hindia Baroe. Ternyata pemilik dan pemimpin ketiga koran itu adalah Ajun Sabirin. Malik sangat kagum padanya, karena kagumnya dia mengirim  surat pada Ajun. Salah satu isi surat mereka ialah Ajun memberi saran pada Malik agar mencari pengalaman kalau bisa sampai ke pulau Jawa. Malikpun bertekat pergi tanpa izin pada Ayahnya karena dia pasti tak diberi izin. Sampai di Bengkulu uangnya tidak cukup untuk melanjutkan perjalanan ke pulau Jawa, Ia pun turun dari Kapal dan beristirahat di Surau karena badannya panas. Dua hari sudah Ia beristirahat dan ingin melanjutkan perjalanannya, diperjalanan Ia berjumpa sepasang suami istri yang berdagang hendak pulang menggunakan gerobak, Malik pun ikut bersama mereka samapai di Ketahun Ia pun mencari Surau lagi untuk beristirahat. Subuh nya Ia berangkat lagi ke mulut sungai dan bertemu pedayung sampan yang kenal pada Angku Rasjad kerabat Ibu yang ingin di temui Malik untuk meminta uang tambahan. Diperjalanan Malik tidur dengan badannya yang semakin panas samapai malam hari Ia baru sadarkan diri yang sudah berada di tempat Angku Rasjad. Ia beristirahat selama dua bulan karena terjangkit cacar dan malaria tertiana. Niat atas saran Ajun Sabirin itu di batalaknnya. Ia kembali ke Padangpanjang dengan badan kudisan karena gatal – gatal akibat terkena cipratan air sungai saat di sampan. Sebulan Ia sudah di Padangpanjang dengan kudis yang masih membekas yang menghilangkan ketampanannya membuat merasa jijik bahkan Ros yang pernah ia kirim surat cinta merasa tak mengenal Malik. Malik hanya bisa pasrah dengan hati yang berdarah.
Tahun 1924 diusia Malik 16 tahun menyamapaikan niatnya untuk pergi ke Jawa dengan alasan ingin menambah ilmu dan pengalaman. Ayahnya pun mengijinkan. Rencana awal ingin ke pekalongan tempat kakak ipar Malik, Haji Sutan Mansyur. Namun sampai di Yogjakarta Malik bertemu Pamannya Haji Ja’far Amrullah, disana Malik menjadi anggota Serekat Islam yang di pimpin H.O.S. Tjokrominoto dan Malik berguru padanya selama hampir setahun. Awal tahun 1925 Malik melanjutkan niat awalnya belajar dengan abang iparnya di Pekalongan.
Malik mendalami ilmu agamanya di Pekalongan banyak yang Ia dapatkan. Namun Malik harus pulang lagi ketika mendengar Ayahnya menjadi bulan-bulanan karena dianggap imprealis saat mendirikan Muhammadiyah di Padangpanjang. Disana Malik menulis majalah Tablig Muhammadiyah untuk menjelaskan tentang Muhammadiyah sebenarnya melalui tulisannya. Ditambah Malik mulai berpidato dan berdakwah. Pujian bagi yang menyukainya , kritik bagi yang membencinya. Malik mencalonkan diri menjadi guru tapi di tolak karena Malik tidak tamat Madrasah Thawalib, dan tidak punya tanda kelulusan dari sekolah manapun. Malik merasa kecewa Ia pun merantau ke Pematang Siantar bertemu kawan Persilatannya Isa namanya. Malik mencari pekerjaan disana di bantu temannya. Untuk mendapatkan uang berangkat haji walaupun hanya sekali jalan saja karena Malik berencana tinggal di Tanah Suci sekitar sepuluh tahun atau lebih untuk menimba ilmu dan menambah pengalaman.
Tahun 1927 awal bulan Februari Malik sudah berangkat dengan uang bantuan temannya dan hasil kerjanya. Malik berangkat menggunakan kapal Karimata milik perusahaan Stoomvart Maatschappij Nederland. Di Kapal Malik menjadi imam sholat bagi calon jemaah haji. Kecuali pada tanggal 17 Februari di ulang tahunnya , Malik tak mampu menjadi Imam. Ia sedih karena tak berjumpa orang tua nya saat ulang tahunnya. Datanglah seorang laki – laki tua bernama Sukarto, menyampaikan amanah dari Mang Engkos dan Cue Amah dari Cianjur, bahwa mereka sangat senang Malik mau menjadi menantunya, anaknya Kulsum usia 17 tahun lagi manis – manisnya kata Sukarta. Tapi Malik bukannya tidak mau menerimanya tapi Malik belum siap membangun rumah tangga. Sampai di Tanah suci beberapa hari Malik mendengar kabar bahwa Kulsum sudah menikah dengan laki – laki lain. Di Arafah Malik sakit mengalir darah dari hidungnya sempat membuat dia pingsan bahkan hampir meninggal, tapi Tuhan masih menyelamatkannya. Selesai ibadah haji, Malik berjumpa Haji Agus Salim yang mengikuti Kongres Islam sedunia. Dan Malik menawarkan diri untuk  membantu bantu Haji Agus Salim selama di Tanah Suci, niat dia untuk tinggal di Tanah Suci selama beberapa tahun tak jadi setelah di nasehati Haji Agus Salim, akhirnya Ia pulang ke tanah air bersama Haji Agus Salim. Sampai disana Ia menulis kisahnya di harian Pelita Andalas milik Tuan Junus Is. Atas saran Barakan temannya sewaktu di kapal Karimata. Yang pada saat itu untuk penulis awal dibayar dengan semangkuk Kopi Susu. Tak beberapa lama Seruan Islam mengirim surat agar Malik mau menulis di majalahnya. Kini tulisannya sudah di-empat terbitan ( Pelita Andalas, Seruan Islam, Suara Muhammadiyah, dan Bintang Islam ). Dengan nama pena nya H.A.M.K.A akronim dari namanya. Dengan tulisan – tulisannya Malik di ajak menjadi guru oleh Abu Bakar di Kebon Badjalinggai terletak diantara Tebingtinggi dan Pematang Siantar.
Beberapa waktu kemudian Malik pulang kerumah dan meminta maaf pada Ayahnya yang tidak memeberi kabar beberapa bulan. Malik membuat Roman pertamanya yaitu Sabariyah tahun Oktober 1928 dan terjual laris . Malik pun menambah karya lagi dua roman yang berjudul Di Bawah Lindungan Ka’bah dan Tenggelamnya Kapal Vander Wijck yang terbit tahun 1938. Malik pun dijodohkan dengan Siti Raham pada tanggal 5 April 1929 mereka menikah. Tahun 1932 Malik sudah dipanggil dengan nama penanya itu yaitu Hamka. Siti Raham pun melahirkan anak pertamanya Hisyam , dan anak keduanya Zaky. Namun mereka harus menerima kesedihan tahun 1934 Hisyam meninggal di uisianya 4 tahun. Tahun 1935 kesedihan di gantikan dengan anaknya yang ke-tiga Rusjdi tepatnya tanggal 7 September , tahun 1937 lahir anaknya yang ke-empat diberi nama Fachri.
Akhir novel TCBP menceritakan awal persahabatan Hamka dengan Ir. Soekarno. Setahun kemudian saat usia Hamka 30 tahun mengalami dua peristiwa besar, yang pertama, kedua romannya sudah terbit. Peristiwa yang kedua dirinya di perkenalkan oleh Karim Oei dengan tokoh karismatik yaitu Ir. Soekarno.
~ ~ ~ ~ ~ S E L E S A I ~ ~ ~ ~ ~